Kamis, 01 September 2016

Sakramen Bagi Non-Katolik

Sesudah gladi bersih upacara liturgis perkawinan, pastor menganjurkan saya mengaku dosa sebelum hari pernikahan. Calon suami saya yang beragama Kristen GKJW terdorong untuk juga mengakukan dosa-dosanya. Romo itu melayani kami berdua. Apakah berarti suami saya sudah menjadi Katolik? Apakah pengakuan dosanya itu juga adalah Sakramen?

Syanti Buwana Dewi, Lawang

Pertama, keinginan mendapatkan pelayanan salah satu Sakramen dalam Gereja Katolik dipandang belum memadai untuk dijadikan alasan kepindahan seseorang menjadi anggota Gereja Katolik. Dalam situasi biasa, keinginan untuk pindah menjadi Katolik perlu diungkapkan secara eksplisit dan dapat jelas dimengerti. Banyak orang Kristen yang menerima ajaran Gereja Katolik, yaitu percaya bahwa Yesus Kristus sungguh hadir dalam hosti kudus. Mereka ini ingin komuni dalam Gereja Katolik. Tetapi mereka tidak ingin pindah menjadi anggota Gereja Katolik dan tetap bertahan dalam Gereja asal mereka. Selain Sakramen Ekaristi, banyak orang Kristen yang juga menginginkan menerima Sakramen Rekonsiliasi dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Orang-orang ini tetap bertahan dalam Gereja mereka, tetapi percaya dan meminta agar boleh menerima kedua Sakramen itu. Jadi, penerimaan salah satu Sakramen Gereja Katolik tidak secara otomatis membuat yang bersangkutan menjadi Katolik.

Kedua, pemberian Sakramen Tobat, Pengurapan Orang Sakit dan Ekaristi untuk orang-orang Kristen, selain Gereja Timur, diatur dalam KHK Kan 844 # 4. Mereka ini boleh menerima ketiga Sakramen itu dengan syarat: i) “Jika ada bahaya mati atau kebutuhan lain yang mendesak menurut penilaian Uskup atau Konferensi para Uskup”. Misal di penjara, dalam perang, pengejaran (persecution), atau dalam kesempatan khusus seperti perkawinan, dll. ii) Mereka tidak dapat menghadap pelayan jemaatnya sendiri. Misal mereka yang hidup jauh dari komunitas Gerejanya sendiri. iii) Secara sukarela memintanya, memperlihatkan iman Katolik dan berdisposisi baik. Syarat ketiga ini tidak mengharuskan bahwa sudah ada persekutuan penuh antara Gereja Katolik dan Gereja-Gereja lain. Demikian pula, iman Katolik harus ditunjukkan oleh individu-individu yang memintanya, bukan oleh Gerejanya.

Ini berarti, supaya diizinkan menerima komuni, saudara-saudari Kristen Protestan perlu mengakui secara eksplisit bahwa roti dan anggur itu adalah Tubuh dan Darah Kristus, bukan hanya gambaran atau sarana bantu untuk beriman. Untuk menerima Sakramen Tobat, yang bersangkutan perlu mengakui secara eksplisit bahwa imam diberi kuasa oleh Yesus untuk mengampuni dosa. Pengakuan eksplisit ini tidak bisa diandaikan dan tidak boleh diminta secara umum, melainkan satu per satu secara individual.

Permintaan suami Anda untuk menerima Sakramen Tobat memenuhi syarat ketiga, tetapi syarat pertama dan kedua tidak dipenuhi. Jadi, yang diterima oleh suami Anda bukanlah Sakramen Tobat. Mungkin imam itu mendengarkan curahan hati suami Anda dan memohonkan rahmat pengampunan kepada Allah. Curhat ini berbeda dengan Sakramen. Sakramen memberikan kepastian pengampunan yang dilimpahkan melalui pelayan tertahbis.

Ketiga, ketetapan KHK Kan 844 # 4 ini bisa diterapkan secara kasus per kasus, bukan secara umum seperti dikatakan eksplisit dalam # 5: “Uskup diosesan atau Konferensi Para Uskup jangan mengeluarkan norma-norma umum, kecuali setelah mengadakan konsultasi dengan otoritas yang berwenang, sekurang-kurangnya otoritas setempat dari Gereja atau jemaat tidak Katolik yang bersangkutan”. Juga perlu dihindarkan agar umat yang kurang mengerti tidak mengalami kebingungan dan kemudian timbul bahaya kesesatan seolah-olah Gereja-gereja Kristen Protestan dan Gereja Katolik Roma sudah sama dan mempunyai ajaran yang sama sehingga boleh saling menerimakan Sakramen (communio in sacris). Butir pertimbangan pastoral terakhir ini sangat penting untuk diperhatikan.

Petrus Maria Handoko CM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar