Minggu, 30 Juni 2013

Menuju Sinode Keuskupan Banjarmasin 2013



Merumuskan Ardas, Visi dan Misi Keuskupan 10 Tahun ke Depan


Perjalanan 75 Tahun Silam dan Sekilas Misi Borneo

Tanggal 21 Mei 1938 menjadi tanggal bersejarah bagi Keuskupan Banjarmasin, karena pada tanggal tersebut Prefektur Apostolik Banjarmasin didirikan, dan takhta suci Vatikan mengangkat Pater J.M.M. Kusters, MSF sebagai Prefek yang pertama. Lima bulan kemudian Gereja Katedral "Keluarga Kudus" Banjarmasin menjadi saksi bisu pelantikan Mgr. J.M.M. Kusters, MSF, tepatnya pada hari Rabu, 19 Oktober 1938. Bila dihitung, seluruh proses pendirian Prefektur Apostolik Banjarmasin memakan waktu selama 7 tahun.

Pada tahun 1931 Banjarmasin masih merupakan stasi dari Laham yang merupakan pusat misi di wilayah Kalimantan Timur kala itu. Pada tahun 1932 pusat misi dipindahkan dari Laham ke Tering, karena Laham dipandang kurang efisien. Tanggal 27 Februari 1926 tiga orang pionir misionaris MSF tiba di Laham dan disambut hangat oleh 2 orang pater dan 2 orang bruder Kapusin beserta 5 orang suster Fransiskanes dari Veghel dan seluruh penduduk Laham. Ketiga orang misionaris MSF tersebut adalah Pater Fr. Groot, MSF sebagai superior, Pater J.v.d. Linden, MSF dan Bruder Egidius Stoffels, MSF.

Tanggal 10 Maret 1949 Prefektur Apostolik Banjarmasin ditingkatkan statusnya menjadi Vikariat Apostolik Banjarmasin dan Pater J. Groen, MSF diangkat menjadi Vikaris Apostolik yang pertama dan menerima tahbisan uskup pada tanggal 16 Juni 1949 di Kaatsheuvel - Belanda. Pada tanggal 15 Oktober 1949 Mgr. J. Groen, MSF tiba kembali di Banjarmasin dan pada sore harinya langsung dilantik sebagai Vikaris Apostolik Banjarmasin.

Menurut catatan sejarah, pada tahun 1312 datanglah di pulau Kalimantan seorang Pater Fransiskan yakni Pater Olderico de Pordenone. Tidak ada berita yang pasti mengenai tempat di mana beliau berkarya. Tiga ratus tahun kemudian, tepatnya tanggal 2 Pebruari 1688, Pater Antonino Ventimiglia menginjakkan kaki di bumi Kalimantan. Pater Antonino adalah imam pertama dari ordo "Rohaniwan Regulir Penyelenggaraan Ilahi" yang merintis "Misi Borneo".

Perintis Misi Borneo ini kemudian diangkat oleh Paus Innocentius XII sebagai Vikaris Apostolik pertama untuk seluruh pulau Kalimantan. Sayang sekali bahwa jabatan Vikaris ini tidak dijalani karena beliau sudah meninggal dunia pada tahun 1692. Antonino Ventimiglia lahir tahun 1642 sebagai seorang bangsawan di kota Palermo, pulau Sisilia, sebelah selatan semenanjung Italia. Beliau masuk biara St. Yosef milik pater-pater ordo "Rohaniwan regulir Penyelenggaraan Ilahi" yang berpusat di kota Theate, Italia. Oleh karena itu para pater dari ordo ini lebih dikenal dengan nama: "Pater-pater Theatin".

Tanggal 16 Januari 1688 Pater Ventimiglia berangkat dari Macao menuju Banjarmasin. Beliau berangkat tanpa membawa apa-apa kecuali sebuah salib yang dulu pernah dimiliki oleh St. Aloysius Beltrami. Satu keyakinannya bahwa penyelenggaraan Ilahi akan memberikan segalanya. Pater Ventimiglia tiba dengan selamat di Banjarmasin pada tanggal 2 Februari 1688.

Surat Gembala Uskup Menyambut Sinode Tingkat Keuskupan Perdana

Pada tanggal 14 Agustus 2011 silam, Uskup Keuskupan Banjarmasin mengeluarkan Surat Gembala dalam rangka mempersiapkan dan menyambut Sinode Keuskupan Banjarmasin. Dalam suratnya tersebut, Mgr. Petrus Boddeng Timang menyebutkan bahwa Sinode Keuskupan Banjarmasin diadakan dalam rangka menyambut 75 tahun berdirinya Prefektur Apostolik Banjarmasin. "Usia ke-75 tahun bukanlah usia yang pendek, karena saat inilah saat yang istimewa bagi kita untuk kita rayakan dan menjadikannya sebagai momen untuk untuk merefleksikan perjalanan hidup menggereja kita," ucap Uskup Keuskupan Banjarmasin di bagian awal surat gembala. Lebih lanjut Mgr. Timang menegaskan bahwa Sinode Keuskupan Banjarmasin adalah sebuah perayaan iman umat, karena itu keterlibatan seluruh umat sangat diharapkan.

Pada tanggal 25 Oktober 2011 dilakukan sosialisasi sinode dalam pertemuan pastores yang dihadiri oleh para imam, suster, biarawan/biarawati yang berkarya di Keuskupan Banjarmasin. Sejak tanggal 31 Oktober 2011 proses berlangsung begitu cepat hingga 19 November 2011, dimana kegiatan sosialisasi berlanjut ke tingkat paroki. Dalam kesempatan ini tim SC mensosialisasikan alur sinode, sensus umat dan pengisian kuesioner. Sepanjang bulan November 2011 para ketua komunitas/stasi/KBG melakukan distribusi sekaligus menjelaskan kepada umat mengenai cara pengisian blanko sensus beserta kuesioner. Umat di paroki-paroki hingga ke stasi-stasi yang terletak jauh di pedalaman secara serentak melakukan pengisian form sensus umat dan kuesioner. Pada tanggal 15 Januari 2012 diharapkan seluruh form sensus maupun kuesioner telah diterima oleh masing-masing sekretariat paroki.

Tujuan dilangsungkannya sensus dan pengedaran kuesioner bukan sekedar untuk mendapatkan informasi perihal jumlah umat, tetapi juga kondisi riil, ekonomi, sosial, pekerjaan dan tingkat pendidikan. Sensus dan kuesioner akan dijadikan bahan refleksi bagi keuskupan (baik hirarkhi maupun umat), apakah selama 75 tahun perjalanan Keuskupan Banjarmasin Kabar Baik yang diwartakan sungguh-sungguh diterima dan menjawab kebutuhan umat. Lalu, apakah kehadiran gereja membawa keselamatan bagi semua orang, baik dalam arti rohani maupun dalam kehidupan nyata. Melalui data sensus yang terkumpul, dapat dilakukan langkah-langkah pastoral sesuai kriteria dan kondisi nyata di lapangan.

Menuju Sinode Keuskupan Banjarmasin 2013

Tujuan diadakannya Sinode Keuskupan Banjarmasin adalah membantu uskup diosesan dalam mengambil kebijakan pastoral demi kesejahteraan seluruh komunitas diosesan. Kebijakan pastoral yang dimaksud meliputi arah dasar keuskupan, rencana strategis pastoral dan rencana aksi yang jelas, bertahap dan terukur, efektif dan efisien dalam pelaksanaannya sesuai dengan visi dan misi keuskupan yang telah ditetapkan dalam sinode (bdk. Kan 460).

Panitia Sinode (Tim SC) mengawali Sinode Keuskupan Banjarmasin dengan melakukan penyebaran angket kuesioner dan sensus umat. Kuesioner yang dibagikan kepada umat sekitar 4.000 eksemplar. Namun yang kembali ke meja panitia untuk diolah hanya sepertiganya saja dari jumlah tersebut. Ada banyak alasan mengapa hanya sepertiga saja dari kuesioner yang dikembalikan. Namun di atas semuanya itu, umat diharapkan menyadari dan kemudian mengakui bahwa dalam kehidupan berkomunitas masih harus ditumbuhkembangkan kemauan dan kehendak untuk bergerak bersama sebagai sebuah persekutuan; dengan merelakan waktu, tenaga, pikiran dan seluruh diri untuk membangun kebersamaan.

Rentetan proses Sinode Keuskupan Banjarmasin pun berlanjut, dimana pada bulan Mei 2012 digelar kegiatan Pra-Sinode Komunitas dengan tema, "Beriman, Berbagi dan Bermisi." Kegiatan ini dimaksudkan untuk dapat melibatkan semakin banyak umat dalam persiapan menuju Sinode Keuskupan tahun depan.

Melalui kegiatan Pra-Sinode Komunitas, umat bukan saja diharapkan berani mengungkapkan persoalan serta keprihatinan yang mereka jumpai di dalam komunitasnya, tetapi umat juga diundang untuk memberikan sumbang saran serta pemikiran demi perbaikan komunitasnya masing-masing, paroki maupun Keuskupan Banjarmasin secara umum. Dengan berdiskusi bersama dalam pertemuan Pra-Sinode ini, umat diajak untuk mendalami segala persoalan yang ada sehingga bisa menemukan berbagai faktor yang menjadi penyebabnya; kemudian setelah melihat akar persoalannya, umat diajak untuk mendapatkan jalan keluar untuk mengatasi persoalan-persoalan yang berhasil ditemukan.

Dengan mengacu kepada hasil Pra-Sinode Tingkat Komunitas, paroki akan membahas akar permasalahan di paroki dan memberikan alternatif solusi atas permasalahan tersebut di bulan Juli - Agustus 2012 dalam kegiatan Pra-Sinode Tingkat Paroki. Selanjutnya hasil Pra-Sinode Tingkat Paroki akan dibawa pada jenjang yang lebih tinggi dalam Pra-Sinode Tingkat Dekenat; dimana Keuskupan Banjarmasin terdiri dari 3 dekenat, yaitu: Dekenat Kota (Paroki Katedral "Keluarga Kudus" Banjarmasin, Paroki St. Perawan Maria Yang Terkandung Tanpa Noda Kelayan dan Paroki Hati Yesus Yang Maha Kudus Veteran); Dekenat Utara (Paroki Bunda Maria Banjarbaru, Paroki Sta. Theresia Pelaihari dan Paroki Ave Maria Tanjung) dan Dekenat Timur (Paroki Stella Maris Sungai Danau, Paroki St. Vincensius a Paulo Batulicin dan Paroki St. Yusup Kotabaru). Pra-Sinode Tingkat Dekenat dijadwalkan berlangsung pada bulan September - Oktober 2012. Pada rentang waktu bersamaan, digelar pula Pra-Sinode Biara dan Pra-Sinode Kelompok Kategorial.

Berdasarkan masukan-masukan yang berhasil dikumpulkan selama proses Pra-Sinode, maka akan dibahas arah dasar, visi dan misi Keuskupan Banjarmasin dalam Sidang Sinode Keuskupan Banjarmasin di bulan Juli 2013 nanti. Sidang Sinode akan dihadiri oleh uskup, vikaris jenderal, wakil dari paroki-paroki dan dekenat, pimpinan semua tarekat yang berkarya di Keuskupan Banjarmasin serta perwakilan dari kelompok-kelompok kategorial yang ada.



[Dionisius Agus Puguh Santosa]

Jumat, 28 Juni 2013

AGAMA KRISTEN DAN ISLAM TIDAK TERPISAHKAN DAN SALING MELENGKAPI



Komite Hubungan Islam-Katolik yang mengadakan pertemuan ke-19 di Roma sepakat bahwa Kristen dan Islam tidak terpisahkan dan saling melengkapi antara materi dan domain spiritual.

Pertemuan yang berlangsung di Roma, tanggal 18 dan 19 Juni 2013, dipimpin dari pihak Katolik oleh Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Kardinal Jean-Louis Tauran, dan dari pihak Muslim oleh Presiden Forum Islam Internasional untuk Dialog Prof Hamid bin Ahmad Al-Rifaie.

Di akhir pertemuan bertema 'Umat beriman menghadapi materialisme dan sekularisme dalam masyarakat' itu, para delegasi Katolik dan Muslim menyepakati enam poin yang ditandatangani oleh kedua presiden itu sebagai berikut:

Pertama, “Agama Kristen dan agama Islam menegaskan ketidakterpisahkan dan saling melengkapi antara bidang materi dan spiritual. Tanggung jawab kami sebagai umat beragama adalah menyesuaikan dimensi-dimensi kehidupan ini.”

Kedua, “Banyak orang saat ini kehilangan akar spiritual dan keagamaan; fenomena ini melemahkan dimensi batin dan moral pribadi dan masyarakat.”

Ketiga, "Dunia saat ini sedang menghadapi berbagai macam krisis. Kami menyadari tanggung jawab bersama sebagai orang yang percaya kepada Tuhan untuk melakukan apa saja yang bisa melindungi orang-orang yang rentan saat ini.”

Keempat, “Para peserta merasa terhormat dan senang diterima dalam audiensi oleh Paus Fransiskus, yang mendorong mereka untuk melanjutkan upaya dialog yang penuh hormat dan berbuah di antara umat beragama demi perdamaian dan kemakmuran dunia.

Kelima, “Secara khusus kami mengutuk keras apa yang sedang terjadi di Suriah: membunuh banyak orang tak bersalah, agresi terhadap karakter suci kehidupan manusia dan terhadap martabat manusia. Maka, kami mendesak organisasi-organisasi internasional dan regional untuk melakukan apa saja yang mungkin menghentikan pertumpahan darah, sesuai Hukum Internasional.

Keenam, “Komite akan mengadakan pertemuan berikut di Tatwan (Marocco). Pertemuan itu akan diawali dengan acara persiapan. Pihak Muslim akan menjadi penyelenggara.”

Komite Hubungan Islam-Katolik yang didirikan tahun 1995 oleh Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama dan Forum Islam Internasional untuk Dialog mengadakan pertemuan setiap tahun untuk bertukar pandangan dan prospek demi masa depan hubungan antara kedua komunitas itu dan membahas usulan tema yang menjadi kepentingan bersama.***

Rabu, 26 Juni 2013

Lectionarium dan Tahun Liturgi Bagaimana Katolik Membaca Kitab Suci

oleh: P. Thomas Richstatter, O.F.M., S.T.D.
Mengapakah seorang Katolik yang ingin memperdalam pemahamannya akan Kitab Suci mengambil bahan bacaan dari tahun liturgi? Jawabnya sederhana: tahun liturgi tidak hanya semata-mata mengenai warna busana liturgi, abu dan palma, poinsettia Natal dan lili Paskah. Tahun liturgi adalah “konteks resmi” di mana umat Katolik mendengarkan Kitab Suci yang diwartakan, dan kontkes ini penting bagi pemahaman kita akan Kitab Suci. Sebagian besar benua mengalami empat macam musim: musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Saya menyukai variasi musim-musim itu. Kelimpahan dan keanekaragaman alam yang mengagumkan memenuhi saya dengan ketakjuban akan keindahan dan keelokan alam sang Pencipta.
Tahun liturgi juga mempunyai masa-masanya: Masa Adven / Natal (termasuk Adven, Hari Raya Natal dan pesta-pesta sepanjang Masa Natal hingga Pesta Pembaptisan Tuhan) dan Masa Prapaskah / Paskah (Masa Prapaskah, Hari Raya Paskah dan kelimapuluh hari hingga Hari Raya Pentakosta). Sepanjang masa-masa ini, kita membaca bacaan-bacaan yang dipilih dari Kitab Suci sehubungan dengan misteri-misteri agung iman kita.
Misteri Kristus begitu kaya dan beragam hingga satu gambaran atau satu pandangan saja tidak akan cukup. Sewaktu saya belajar liturgi di Perancis sepanjang tahun-tahun sesudah Konsili Vatican Kedua, saya mendapati banyak arca yang begitu indah. Saya terkenang akan bagaimana saya frustrasi dalam usaha menyampaikan keindahan karya seni tersebut kepada ibu saya di Kansas hanya dengan mengiriminya selembar kartu pos atau selembar foto. Tidaklah mungkin sebuah gambar datar dapat menangkap keindahan dari karya seni tiga dimensi. Seringkali hal terbaik yang dapat saya lakukan adalah mengitari patung dan mengambil gambarnya dari berbagai sudut pandang dan perspektif dan dengan cara demikian berusaha menangkap setidak-tidaknya sesuatu dari kekayaan pengalaman tersebut.
Masa-masa liturgi mempunyai tujuan yang sama dalam memperlihatkan kepenuhan misteri Kristus. Sepanjang rangkaian masa satu tahun, kita mengalami misteri ini dari berbagai sudut pandang dan dalam situasi-situasi yang berbeda. Dalam kata-kata Konsili Vatican Kedua: “Selama kurun waktu setahun, Gereja memaparkan seluruh misteri Kristus, dari Penjelmaan serta Kelahiran-Nya hingga Kenaikan-Nya, sampai hari Pentakosta dan sampai penantian kedatangan Tuhan yang bahagia dan penuh harapan” (Konstitusi tentang Liturgi Suci, #102).

Bacaan dari ….
Mendengarkan Kitab Suci pada waktu Misa merupakan suatu bentuk pengalaman yang lain dari mendalami Kitab Suci secara pribadi di rumah atau bersama kelompok. Ketika Kitab Suci diwartakan dalam liturgi, Kristus Sendiri hadir dengan suatu cara yang istimewa. Konstitusi tentang Liturgi Suci dari Konsili Vatican Kedua memaklumkan: “Ia hadir dalam Sabda-Nya, sebab Ia Sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam Gereja” (#7).
Para uskup Konsili Vatican Kedua tahu bahwa apabila mereka bermaksud memenuhi kerinduan mereka untuk “makin meningkatkan kehidupan Kristiani di antara umat beriman” (Konstitusi tentang Liturgi Suci, #1), mereka harus mengembalikan Kitab Suci ke tempat pusatnya dalam liturgi dan dalam kehidupan umat Katolik. Apabila kita hendak mengikuti Kristus, kita harus mengenal Kristus; agar mengenal Kristus, kita wajib mengenal Kitab Suci. Sepeti yang pernah dikatakan St Hieronimus, “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.”
Konsili mendekritkan: “Agar santapan Sabda Allah dihidangkan secara lebih melimpah kepada umat beriman, hendaklah khazanah harta Kitab Suci dibuka lebih lebar [dalam Ekaristi]” (Konstitusi tentang Liturgi Suci, #51). “Rancangan” untuk mencapai maksud ini tercantum dalam sebuah buku yang disebut lectionarium. Karena hari Minggu adalah “pangkal segala hari pesta” serta “dasar dan inti segenap tahun liturgi”(Konstitusi tentang Liturgi Suci, #106), maka ayat-ayat paling penting dari Kitab Suci disajikan dalam lectionarium hari Minggu. Lectionarium pada hari-hari lainnya melengkapi lectionarium hari Minggu.
Dalam kurun waktu satu tahun, bacaan-bacaan Kitab Suci untuk Misa dipilih dengan satu dari dua macam cara. Sepanjang masa-masa utama tahun liturgi (Masa Prapaskah / Masa Paskah dan Masa Adven / Masa Natal), ayat-ayat dipilih berdasarkan “tema”, yakni, hubungannya dengan suatu misteri tertentu iman kita. Pada hari-hari Minggu sisanya sepanjang tahun, yang disebut sebagai “Masa Biasa”, berbagai kitab-kitab dari Kitab Suci dibacakan kurang lebih dari awal hingga akhir selama beberapa minggu.
Konsili Vatican Kedua menetapkan bahwa lectionarium hendaknya disusun begitu rupa “sehingga dalam kurun waktu beberapa tahun bagian-bagian penting Kitab Suci dibacakan kepada umat.” Lectionarium hari Minggu mempergunakan lingkaran tiga tahun berdasarkan tiga Injil sinoptik (Matius, Markus dan Lukas menyajikan suatu “pandangan serupa”, syn-opsis dalam bahasa Yunani). Setiap tahun kita memfokuskan diri pada salah satu dari ketiga Injil ini: Matius dalam Tahun A, Markus dalam Tahun B, Lukas dalam Tahun C. Injil Yohanes dihadirkan teristimewa sepanjang masa-masa utama atau untuk menggarisbawahi doktrin-doktrin utama seperti Ekaristi.
Selain bacaan Injil, dalam setiap perayaan Ekaristi hari Minggu dibacakan dua bacaan lain. Bacaan pertama biasanya diambil dari Perjanjian Lama dan dipilih dalam terang tema Injil yang dibacakan pada hari Minggu itu. Bacaan Kedua diambil dari surat-surat Paulus atau salah satu dari tulisan-tulisan lain Perjanjian Baru. Seperti Injil, kitab-kitab ini dibacakan semi-berkesinambungan dan dipilih agar dalam kurun waktu satu lingkaran tiga tahun kita telah menikmati masing-masing dari kitab-kitab Perjanjian Baru. Sebagai misal, sepanjang hari-hari Minggu pada Masa Biasa dalam Tahun A kita membaca dari Korintus I (selama 7 hari Minggu berturut-turut), Roma (16 hari Minggu berikutnya), Filipi (4 hari Minggu) dan Tesalonika I (5 hari Minggu).

Merayakan Kristus di Tengah Kita
Natal adalah sekaligus awal dan akhir tahun Gereja. Pada Masa Natal kita merayakan Kristus yang datang di tengah-tengah kita dalam rupa manusia di Betlehem dan kita mengarahkan perhatian kita pada kedatangan Kristus dalam kemuliaan pada akhir zaman. Pada Masa Adven, empat minggu masa sukacita dan pengharapan rohani yang mendahului Natal, bacaan-bacaan dari Kitab Suci dipilih dalam terang tema ganda ini. Bacaan-bacaan Minggu Adven I mengenai kedatangan Kristus yang kedua kalinya pada akhir zaman. Pada Hari Minggu Adven II dan III, kita membaca kisah Yohanes Pembaptis. Pada hari-hari akhir Adven kita membaca mengenai peristiwa-peristiwa yang secara langsung berhubungan dengan persiapan kelahiran Tuhan (bab-bab pertama dari Injil Matius dan Injil Lukas).
Pada masa ini, bacaan-bacaan Perjanjian Lama adalah nubuat mengenai Mesias dan jaman mesianik, teristimewa ayat-ayat yang mengagumkan dan penuh pengharapan dari Kitab Yesaya: “bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang…” (2:4b); “Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya…” (11:6b).
Hari Minggu adalah perayaan Kristiani paling awal dan paling tua. Komunitas-komunitas Kristiani perdana mulai merayakan hari Minggu yang paling berdekatan dengan Paskah Yahudi dengan kekhidmadan yang khusuk. “Paskah Kristiani” ini menjadi apa yang sekarang kita sebut Paskah. Seperti Paskah merayakan perjalanan Kristus dari mati kepada hidup, perayaan ini segera saja menjadi masa istimewa bagi komunitas untuk merayakan Sakramen Baptis, yakni perjalanan umat Kristiani dari mati kepada hidup dalam Kristus.
Dalam abad keempat dan kelima, Gereja mengembangkan suatu sistem ritus guna menemani perjalanan iman mereka yang rindu untuk menjadi umat Kristiani. Sekarang, ritus ini telah dihidupkan kembali sebagai Ritus Inisiasi Kristiani untuk Orang Dewasa. Empatpuluh hari terakhir dari perjalanan ini menjadi apa yang sekarang kita sebut sebagai Masa Prapaskah.
Pembaptisan adalah kunci untuk memahami pemilihan ayat-ayat Kitab Suci yang dibacakan sepanjang Masa Prapaskah. Sebagai misal, Injil untuk Hari Minggu Prapaskah I adalah kisah pencobaan Yesus di padang gurun. Masa Prapaskah adalah masa retret sebelum pembaptisan. Dalam Injil, Yesus undur diri ke padang gurun untuk berdoa. Simbol utama Pembaptisan adalah air; padang gurun menyebabkan kita dahaga akan air. Dalam keempat Injil, kisah pembaptisan Yesus segera diikuti dengan kisah pencobaan di padang gurun.
Pada Hari Minggu Prapaskah II kita mendengar kisah transfigurasi dan kita melihat Yesus dalam pakaian Paskah-Nya. Kita dapat membayangkan mereka yang dipilih untuk pembaptisan menerima pakaian putih mereka seolah mereka keluar dari kolam pembaptisan pada hari Paskah.
Bacaan-bacaan Tahun A mengungkapkan tema pembaptisan teristimewa dengan amat baik dan dapat dipergunakan setiap tahun pada Hari Minggu Prapaskah III, IV dan V. Pada Hari Minggu Prapaslah III dalam Tahun A, misalnya, kita mendapati Yesus di tepi sebuah sumur di Samaria di mana seorang perempuan meminta air hidup. Tidak dapat tidak kita berpikir tentang air hidup pembaptisan kita.
Pada Hari Minggu Prapaskah IV kita membaca kisah seorang laki-laki yang terlahir buta. Sementara Yesus menyuruhnya, “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam (Siloam artinya: “Yang diutus”)” (Yohanes 9:7) kita mengenangkan bagaimana kita pergi dan membasuh diri dalam Kristus, “Dia yang diutus ke dalam dunia” demi keselamatan kita. Kita keluar dari kolam dengan terang dan dapat melihat dengan cara pandang yang baru.
Pada Hari Minggu Prapaskah V, ketika kita mendengarkan kisah Lazarus yang keluar dari makam, pikiran kita tertuju kepada mereka yang baru dibaptis keluar dari makam pembaptisan dan dibebaskan dari belenggu dosa.
Perubahan radikal kita dengan dibaptis ke dalam wafat dan kebangkitan Kristus adalah fokus dari perayaan Paskah. Kebangkitan adalah misteri inti iman kita. Paskah begitu penting hingga kita bahkan tak dapat merayakannya secara cukup dalam satu hari saja – melainkan selama satu minggu, Oktaf Paskah. Dan terlebih lagi, membutuhkan satu minggu hari minggu (7 x 7) – 50 hari, Pentakosta (pent ekonta, bahasa Yunani artinya 50). Setiap hari dari kelimapuluh hari ini adalah Paskah. Perhatikan bahwa kita berbicara mengenai hari-hari Minggu Paskah, bukan hari-hari Minggu sesudah Paskah. Pentakosta adalah hari terakhir perayaan Paskah kita.
Selama Limapuluh hari ini, kita melihat kepada akar Kristiani kita. Setiap hari dalam Misa, baik hari-hari Minggu maupun hari-hari biasa, kita membaca dari Kisah Para Rasul. Mereka yang baru saja dibaptis tidak hanya “mengenakan Kristus”, mereka mengenakan Tubuh-Nya, Gereja, dan mereka (bersama kita) mengambil waktu sepanjang limapuluh hari ini untuk merenungkan siapa keluarga itu, “Gereja” itu. Kita melihat gambaran akan kelahiran dan perkembangan awal Gereja kita dalam Kisah Para Rasul.

“Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya!”
Pada hari Pentakosta kita mendengarkan sekaligus catatan Lukas dan Yohanes mengenai turunnya Roh Kudus atas para rasul. Dalam bacaan pertama kita mendengarkan kisah Lukas mengenai turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta (Kisah Para Rasul 2:1-11). Bacaan Injil menyajikan kisah Yohanes mengenai anugerah Roh Kudus pada hari Minggu Paskah (Yohanes 20:19-23). Kita tidak perlu mempertanyakan apakah Roh Kudus dianugerahkan pada hari Pentakosta (seperti dicatat Lukas) atau pada hari Minggu Paskah (seperti dicatat Yohanes); liturgi tidak mengenai sekedar pembacaan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau, pun Kitab Suci tidak berusaha menyajikan catatan historis mengenai peristiwa-peristiwa ini. Melainkan, “melalui liturgi dalam Kurban Ilahi Ekaristi, `terlaksanalah karya penebusan kita’” (Konstitusi tentang Liturgi Suci, #2). Roh Kudus dianugerahkan pada hari ini, pada Pentakosta ini. Ketika kita mendengarkan Passio Kristus dimaklumkan pada hari Jumat Agung dan kita memadahkan “Adakah Engkau di Sana Ketika Mereka Menyalibkan Tuhan-ku?”, jawabnya adalah, tentu saja, “Ya! Aku ada di sana! Aku ada di sana sekarang ini!” Paskah tidak hanya sekedar mengenangkan suatu peristiwa yang terjadi dua ribu tahun yang lampau. Kristus bangkit dalam diri kita sekarang ini.
Konsili Vatican Kedua mengajarkan bahwa, “Dengan mengenangkan misteri-misteri Penebusan itu Gereja membuka bagi kaum beriman kekayaan keutamaan serta pahala Tuhan-nya sedemikian rupa, sehingga rahasia-rahasia itu senantiasa hadir dengan cara tertentu. Umat mencapai misteri-misteri itu dan dipenuhi dengan rahmat keselamatan” (Konstitusi tentang Liturgi Suci, #102). Liturgi memungkinkan kita untuk melampaui waktu “dahulu-sekarang-yang akan datang” dan masuk ke dalam “waktu keselamatan” Tuhan agar rahmat dan misteri dari peristiwa yang kita kenangkan itu dihadirkan kembali.
Saya tidak perlu merasa kecewa bahwa saya “dilahirkan terlambat” dan segala peristiwa Kristiani yang mengagumkan telah terjadi jauh di masa silam sebelum jaman saya. Peritiwa-peristiwa Kristiani yang mengagumkan terjadi sekarang ini. Bacaan Kitab Suci dalam konteks tahun liturgi memaklumkan kebenaran yang mengagumkan ini lagi dan lagi.
FThomas Richstatter, O.F.M., S.T.D., has a doctorate in liturgy and sacramental theology from the Institut Catholique of Paris. A popular writer and lecturer, Father Richstatter teaches at St. Meinrad (Indiana) School of Theology.
sumber : The Lectionary and the Liturgical Year: How Catholics Read Scripture by Thomas Richstatter, O.F.M., S.T.D.”; Copyright St. Anthony Messenger Press;http://www.americancatholic.org
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan“diterjemahkan oleh YESAYA: http://www.indocell.net/yesaya”

Selasa, 11 Juni 2013

CALON PENGURUS DPP (DEWAN PASTORAL PAROKI) ST. YUSUP DIBEKALI

Dewan Pastoral Paroki St. Yusup Kotabaru, hari Sabtu, 8 Juni sampai dengan Minggu, 9 Juni 2013 mendapatkan pembekalan menghadapi tugas mulia yang akan diberikannya. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Aula Hotel Kartika Lantai 3, dengan narasumber Pastor Deken Wilayah Timur, Rm. Wahyuliana, CM. Kegiatan yang digagas oleh Pastor Paroki ini diikuti oleh 45 calon pengemban tugas Pengurus Dewan Pastoral Paroki dengan tema : PERWAKILAN RASUL AWAM DALAM PUSARAN HIDUP MENGGEREJA.
Sessi awal dari kegiatan ini Peserta diingatkan kembali akan tugas pelayanan yang diberikan oleh Yesus sejak seseorang dibabtis. Ketika dibabtis seseorang secara otomatis diberikan tugas sebagai Imam, Raja, dan Nabi, demikian diungkapkan oleh Pastor Wahyu. Oleh sebab itu seorang yang telah dibabtis ambil bagian dalam tugas pelayanan Gereja secara Universal. Hal-hal praktis yang sering kita tidak sadari adalah ketika sudah babtis seseorang seharusnya bisa menjadi Imam akan yang lain, maksudnya memimpin orang lain berdoa, beribadat dll. Juga melakukan perbuatan yang teladankan oleh Yesus sebagai tugas kenabian karena menjadi penyambung lidah Allah. Dan sebagai Raja, seseorang di ingatkan akan kepemimpinan.
Pembekalan dengan narasumber tunggal ini berlangsung dengan penuh akrab dengan setiap sessi diberikan waktu tanya jawab. Dalam kesempatan itu banyak peserta yang memanfaatkan waktu itu dengan berbagai sharing dan juga pertanyaan.
Sessi berikutnya lebih ditekankan perihal struktur DPP dan tugas-tugas yang menyertainya. Dari paparan yang disampaikan oleh Rm. Wahyu DPP sebaiknya mempunyai Job Deskribtion berkenaan dengan tugas pokok dan fungsinya. Sehingga dalam menjalankan kegiatan ada dasar yang dipakai, hal ini untuk menghindari terdoublingnya kegiatan dan juga fungsinya. Pembuatan program kegiatan DPP didasarkan atas hal tersebut. 
Misa perutusan dilaksanakan juga di Aula Hotel bersama Rm Wahyuliana, CM.



Senin, 03 Juni 2013

KOMUNI KUDUS UNTUK PERTAMA BAGI 16 ANAK DI GEREJA KATOLIK ST. YUSUP KOTABARU

Misa Kudus yang dipimpin langsung oleh Pastor Paroki : Rm Silvasius Jehaman, CP.
Misa kudus yang dimulai pada pukul 09.00 Wita itu memang tidak biasa. Karena ada arak-arakan anak-anak calon Komuni Pertama sejumlah 16 anak, terdiri dari 6 anak perempuan dan 10 anak laki-laki beserta orang tuanya.
Ekaristi kudus tersebut berlangsung meriah dengan diiringi paduan suara anak-anak SDK Santa Maria Kotabaru, sebagai teman dan sahabat bagi sebagian calon komuni kudus ini. Umat yang mengikuti misa kudus inipun sangat banyak dan penuh sesak, apalagi gereja katolik St. Yusup Kotabaru sangatlah kurang mendukung untuk sejumlah umat yang hadir.
Dalam Ekaristi tersebut Pastor Paroki menekankan betapa pentingnya Komuni Kudus dalam Inisiasi Kristen. Dalam homili tersebut Pastor Sil juga menyampaikan beberapa keajaiban Ekaristi di beberapa tempat di dunia.

Setelah Perjamuan Ekaristi ada ramah tamah  bersama pengurus Dewan Pastoral Paroki, Ketua-ketua KBG dan tokoh umat.